Buah Manis Dari Taubat Kepada Allah
BUAH MANIS DARI TAUBAT KEPADA ALLAH
Dalam kesempatan ini kita akan membahas sebuah hal yang agung bagi seorang mu’min. Karena dengan hal tersebut, seorang mu’min akan menyadari betapa lemahnya ia di hadapan Allah. Dan dengan hal ini pula, ia akan mengenal Rabb-Nya, Allah Azza Wa Jalla, beserta nama-nama dan sifat-sifatnya yang sempurna. Sampai akhirnya ia akan paham benar tentang hakikat keberadaannya di dunia serta untuk apa ia diciptakan. Dan kami akan terus dan terus mengingatkan, bahwa tujuan utama Allah menciptakan kita adalah untuk beribadah kepada-Nya semata, dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun. Allah ﷻ berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
”Sesungguhnya Aku menciptakan manusia dan jin hanyalah agar mereka beribadah kepadaku (semata). Aku tidak menghendaki rezeki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Maha Pemberi Rezeki dan mempunyai Kekuatan yang Sangat Kokoh.” (QS. Adz Dzariyat: 56).
Bagaimana mungkin seorang mukmin akan menyadari statusnya sebagai hamba Allah, jika ia merasa tidak memiliki dosa dan enggan bertaubat? Karena sadar akan banyaknya dosa dan keinginan untuk bertaubat kepada Allah adalah salah satu bentuk penghambaan. Dan diterima atau tidaknya taubat adalah hakikat yang agung dari tauhid uluhiyyah.
PINTU TAUBAT DIBUKA LEBAR
Sungguh Allah ﷻ telah melapangkan dan melonggarkan serta memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada kita untuk bertaubat kepada-Nya. Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ النَّهَارِ ، وَبِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيْءُ اللَّيْلِ
”Sungguh, Allah meluaskan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di siang hari. Dan Allah meluaskan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat dari hamba yang bermaksiat di malam hari.” (HR. Muslim no. 7165).
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
إِنَّ اللهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لمَ ْيُغَرْغِرْ
”Sungguh Allah menerima taubat hamba-Nya selama belum yu-ghor-ghir” (HR. At Tirmidzi, 3880. Ia berkata: “Hadits ini hasan gharib”. Di-hasan-kan oleh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi)
Yu-ghor-ghir artinya ketika nyawa sudah sampai di kerongkongan. Itulah batas waktu terakhir yang Allah tidak menerima lagi taubat hamba-Nya.
Kemudian Rasulullah ﷺ juga telah mengabarkan kepada kita kisah seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang:
فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنَ تَوْبَةٍ فَقَالَ لاَ. فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ
”Lelaki tersebut ditunjukkan kepada seorang ahli ibadah, ia mendatanginya dan bertanya: ‘Aku telah membunuh 99 orang. Apakah aku masih bisa bertaubat?’. Ahli ibadah tadi berkata: ‘Tidak’. Lelaki tersebut pun membunuhnya hingga genaplah 100 orang. Kemudian ia bertanya kepada penduduk yang paling alim, dan ia pun ditunjukkan kepada seorang ulama. Ia kemudian bertanya: ‘Aku telah membunuh 100 orang. Apakah aku masih bisa bertaubat?’. Ulama tadi berkata: ‘Ya. Memangnya siapa yang bisa menghalangimu untuk mendapatkan taubat?’” (HR. Muslim, no. 7184).
Perkataan ‘siapa yang bisa menghalangimu untuk mendapatkan taubat‘, inilah intinya. Maka siapakah yang bisa menghalangi anda dari taubat, saudaraku? Kesempatan selalu terbuka lebar!
Allah ﷻ berfirman:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Allah kehendaki.” (QS. An Nisa: 4).
Bahkan dosa syirik! Ketika seorang musyrik bertaubat kepada Allah dan ia kembali ke jalan Allah ﷻ, maka tidak ada yang dapat menghalangi ia dari Allah. Bahkan, Rasulullah ﷺ mengabarkan bahwa orang musyrik dari kalangan ahlul kitab yang bertaubat, ia mendapat dua pahala dari taubatnya.”[1].
HENDAKNYA KITA SENANTIASA BERTAUBAT
Taubat itu akan menguatkan ikatan antara hamba dengan Rabb-nya. Jika ia terus-menerus mengharap ampunan dari Rabb-Nya. Perhatikan sang utusan Islam, Rasulullah ﷺ, beliau bersabda:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّى أَتُوبُ فِى الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
”Wahai manusia, bertaubatlah kepada Allah. Sungguh aku biasa bertaubat kepada Allah seratus kali dalam sehari.” (HR. Muslim no. 7034).
Padahal beliau manusia yang ma’shum, dosa beliau telah diampuni oleh Allah dari awal hingga akhirnya. Namun ini merupakan teladan yang mulia dari beliau dalam berserah diri kepada Allah. Rasulullah ﷺ juga bersabda:
مَنْ تَابَ قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ
”Siapa saja yang bertaubat sebelum matahari terbit dari barat, Allah akan terima taubatnya.” (HR. Muslim no. 7036).
Lihatlah betapa beliau ﷺ menghasung umatnya untuk bersungguh-sungguh mencari ampunan Allah yang begitu luas. Rasulullah ﷺ juga bersabda:
النَّدَمُ تَوْبَةٌ
”Penyesalan adalah taubat.” (HR. Ahmad no. 3568, Ibnu Majah no. 4252, Al Baihaqi no. 21067. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Sampai-sampai rasa penyesalan terhadap dosa yang kita perbuat pun sudah dianggap sebagai sebuah taubat.
Selain itu, taubat menimbulkan banyak pengaruh yang baik bagi diri seorang hamba. Bahkan, taubat itu sendiri adalah bentuk taufiq dari Allah ﷻ. Imam Al Qurthubi ketika menjelaskan ayat:
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا
”Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (QS. At Taubah: 118).
Beliau menukil perkataan sebagian ulama tentang makna ayat ini, mereka berkata: “Aku salah sangka dalam 4 perkara. Karena ternyata Allah ﷻ mendahuluiku.
Pertama, aku mengira akulah yang mencintai Allah, ternyata Allah ﷻ lebih dulu mencintaiku. Ia berfirman:
ُيُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَه
“Allah ﷻ mencintai mereka, dan mereka pun mencintai Allah.” (QS. Al Maidah: 54).
Kedua, aku mengira akulah yang ridha kepada Allah, ternyata Allah ﷻ lebih dahulu ridha terhadapku. Ia berfirman:
رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ
“Allah telah ridha kepada mereka, dan mereka pun ridha kepada Allah.” (QS. Al Maidah: 119).
Ketiga, aku mengira akulah yang mengingat Allah, ternyata Ia lebih dulu mengingatku. Allah ﷻ berfirman:
وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
“Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar.” (QS. Al Ankabut: 45).
Keempat, aku mengira bahwa hanya akulah yang bertaubat kepada-Nya, ternyata Ia lebih dahulu memberi ampunan kepadaku. Allah ﷻ berfirman:
ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا
”Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (QS. At Taubah: 118).
(sampai di sini nukilan dari Tafsir Al Qurthubi)
Wahai saudaraku sekalian, semangat untuk bertaubat adalah hal yang sudah semestinya dimiliki oleh seorang hamba yang rabbani. Betapa indah ucapan seorang penyair:
قَدِّمْ لِنَفْسِكَ تَوْبَةً مَرْجُوَّةً * قَبْلَ اْلمَمَاتِ وَقَبْلَ حَبْسُ اْلأَلْسُنِ
بَادِرْ بِهَا غُلْقَ النُّفُوْسِ فَإِنَهَا * ذُخْرٌ وَغُنْمٌ لِلْمُنِيْبِ اْلمُحْسِنِ
Beranikan dirimu untuk mengharapkan ampunan
Sebelum engkau mati dan lisanmu kelu
Bersegeralah bertaubat, sebelum ruh dikunci
Karena taubat adalah simpanan dan harta
Bagi orang baik yang kembali kepada-Nya
Demikianlah, taubat adalah pintu kebaikan. Maka tidak layak bagi hamba yang sejati meninggalkan taubat dan meremehkan buah manis darinya.
BUAH MANIS TAUBAT
1. Taubat adalah sebab dari istiqamah
Rasulullah ﷺ memberi teladan untuk senantiasa berusaha tegar dalam keimanan dan ketaqwaan. Beliau ﷺ bersabda:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ، ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
“Wahai Sang Pembolak-balik hati, tsabbit (tegarkan) hatiku pada agama-Mu.” (HR. Tirmidzi no. 3517, Ahmad, 302/6. At Tirmidzi berkata: “Hasan Shahih”)
Dan yang dimaksud dengan tsabaat adalah sebagaimana sabda beliau ﷺ:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِخَوَاتِيمِهَا
“Sungguh setiap amal tergantung pada bagian akhirnya.” (HR. Bukhari no. 6493)
Dan tsabaat ini hanya dapat diwujudkan dengan terus-menerus beramal shalih kepada Allah ﷻ. Termasuk ke dalamnya taubat. Karenanya dengan amal tersebut, seorang hamba akan semakin dekat dengan Rabbnya. Oleh karenanya salah satu buah dari taubat adalah ia merupakan salah satu agar seseorang bisa tegar dalam keimanan dan ketaqwaan. Allah ﷻ berfirman:
لَقَدْ تَابَ اللَّهُ عَلَى النَّبِيِّ وَالْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ فِي سَاعَةِ الْعُسْرَةِ مِنْ بَعْدِ مَا كَادَ يَزِيغُ قُلُوبُ فَرِيقٍ مِنْهُمْ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ إِنَّهُ بِهِمْ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
”Sesungguhnya Allah telah menerima taubat Nabi, orang-orang muhajirin dan orang-orang anshar yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima taubat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka.” (QS. At Taubah: 117)
Ibnul Jauzi menjelaskan faedah yang indah dari ayat ini: “Kita perhatikan penyebutan taubat diulang di akhir ayat, karena penyataan ini tidak didahului dengan penyebutan dosa yang menjadi sebab taubat. Allah ﷻ mendahulukan penyebutan taubat sebagai keutamaan bagi mereka. Kemudian baru menjelaskan dosa yang menjadi sebab taubat. Kemudian mengulang lagi penyebutan taubat.”
(Zaadul Masiir, 240/3, Asy Syamilah).
Hal ini dikarena Allah Ta’ala ingin memperlihatkan betapa luas ampunan yang diberikan-Nya.
2. Taubat adalah sebab hidayah
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى
”Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal saleh, kemudian Allah memberinya hidayah.” (QS. Thaha: 82).
Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan: ’Kemudian Allah memberinya hidayah‘ karena ia terus menerus dalam keadaan yang disebutkan sebelumnya (taubat, iman dan amal shalih) sampai ia mati.” (Tafsir Al Jalalain, 429/5, Asy Syamilah)
3. Ampunan datang karena taubat
Allah ﷻ berfirman:
وَعَلَى الثَّلَاثَةِ الَّذِينَ خُلِّفُوا حَتَّىٰ إِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ أَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوا أَنْ لَا مَلْجَأَ مِنَ اللَّهِ إِلَّا إِلَيْهِ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوبُوا
”Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya.” (QS. At Taubah: 118).
Dalam ayat ini, Allah mengampuni mereka karena mereka sangat menyesal dan bertaubat kepada Allah. Demikianlah, kebaikan Allah datang permohonan hamba, dan sebaliknya kemurkaan Allah datang karena kengganan hamba. Sebagaiman dalam sebuah riwayat tentang 3 orang yang melewati majelis Rasulullah ﷺ:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – بَيْنَمَا هُوَ جَالِسٌ فِى الْمَسْجِدِ وَالنَّاسُ مَعَهُ ، إِذْ أَقْبَلَ ثَلاَثَةُ نَفَرٍ ، فَأَقْبَلَ اثْنَانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَذَهَبَ وَاحِدٌ ، قَالَ فَوَقَفَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَأَمَّا أَحَدُهُمَا فَرَأَى فُرْجَةً فِى الْحَلْقَةِ فَجَلَسَ فِيهَا ، وَأَمَّا الآخَرُ فَجَلَسَ خَلْفَهُمْ ، وَأَمَّا الثَّالِثُ فَأَدْبَرَ ذَاهِبًا ، فَلَمَّا فَرَغَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « أَلاَ أُخْبِرُكُمْ عَنِ النَّفَرِ الثَّلاَثَةِ أَمَّا أَحَدُهُمْ فَأَوَى إِلَى اللَّهِ ، فَآوَاهُ اللَّهُ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَاسْتَحْيَا ، فَاسْتَحْيَا اللَّهُ مِنْهُ ، وَأَمَّا الآخَرُ فَأَعْرَضَ ، فَأَعْرَضَ اللَّهُ عَنْهُ
”Ketika Nabi ﷺ berada duduk (mengajar) di masjid dan para sahabat bersama beliau. Lewatlah 3 orang lelaki. Dua orang menghampiri majlis tersebut dan 1 orang pergi. Kedua orang tadi menuju Rasulullah ﷺ. Lelaki pertama melihat tempat kosong di tengah majllis dan ia pun duduk di situ. Lelaki yang kedua, ia duduk dibelakang majlis. Sedangkan yang ketiga, ia pergi. Setelah Rasulullah ﷺ selesai mengajar, beliau bersabda: ‘Maukah kalian ku kabarkan tentang keadaan 3 orang lelaki. Lekaki pertama, ia mampir, maka Allah pun mengasihinya. Lelaki kedua, ia malu, maka Allah pun malu padanya. Lelaki ketiga, ia enggan, maka Allah pun enggan padanya.‘” (HR. Bukhari no. 66, Muslim no. 5810)
Lihatlah, kebaikan dari Allah didapat oleh orang yang menginginkannya dan tidak didapatkan oleh orang yang enggan.
Kemudian, Allah ﷻ memiliki nama At Tawwab. Dan ampunan dari At Tawwab tidak akan didapat kecuali dengan beberapa hal berikut ini:
a) Meyakini bahwa Ia Maha Pemberi Ampunan. Dan tidak berputus asa dalam mencari ampunan-Nya. Sebagaimana dalam sebuah hadits qudsi Allah ﷻ berfirman:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ إِنْ خَيْرًا فَخَيْرً وَإِنْ شَرًا فَشَرً
”Aku mengikuti sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Jika prasangkanya baik, Ku berikan ia kebaikan, jika prasangkanya buruk Ku timpakan ia keburukan.” (HR. Ath Thabrani no. 8135 dalam Al Ausath, Ibnul Mubarak dalam Al Hilyah, 306/9. Dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 407/2).
Dalam riwayat lain:
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى بِى فَلْيَظُنَّ بِى مَا شَاءَ
”Aku mengikuti sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Maka silakan berprasangka kepada-Ku sesuai keinginan.”
(HR. Ahmad no. 16059, dalam ta’liq-nya terhadap Al Musnad, Syu’aib Al Arnauth berkata: Sanadnya Shahih”)
b) Dan perlu dicamkan, berbaik sangka (husnu zhan) bahwa Allah akan memberi ampunan saja belum cukup, melainkan harus diikuti dengan amal yang shalih (husnul amal). Syaikh Ali Hasan Al Halabi حفظه الله تعالى berkata:
اَمَّا حُسْنُ ظَنٍ مَعَ سُوْءِ عَمَلٍ فَهَذَا جَمْعٌ بَيْنَ النَّقْضَيْنِ
”Husnuzhan kepada Allah, namun diikuti dengan amal-amal keburukan, hal ini bagai menyatukan dua hal yang bertentangan”
c) Hendaknya seorang hamba yang mencari ampunan Allah, menetapi diri dalam jama’ah dan tidak bersendirian. Hendaknya ia bersama dan berkumpul bersama orang-orang yang juga semangat dalam mencari ampunan Allah ﷻ. Oleh karena itu Allah ﷻ berfirman:
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ
”Maka tetap istiqamah-lah sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) diperintahkan kepada orang yang bertaubat bersamamu.” (QS. Hud: 112).
Perhatikanlah pengaruh taubat terhadap persatuan kaum mu’minin. Taubat mengakibatkan istiqamah, istiqamah mengakibatkan rasa cinta kepada saudara sesama muslim karena adanya kebersamaan, hingga akhirnya akan tercipta persatuan diantara kaum mu’minin.
•┈┈•⊰• 🅢🅚🅐🅘 •⊱•┈┈•
🔖 Join WA: sabilulkhayr.com/join
🌐 Web: www.sabilulkhayr.com
🎥 YT: youtube.com/c/sabilulkhayrtv
📧 Twitter: twitter.com/sabilulkhayr
🌏 FB: facebook.com/sabilulkhayr
✉ Telegram: t.me/sabilulkhayr
💬 Line: bit.ly/sabilulkhayrLine
📻 Radio: radio.sabilulkhayr.com
📢 Broadcast: bit.ly/skai-bc
📮 Tanya Jawab: t.me/tjsabilulkhayr
📱 Aplikasi: sabilulkhayr.com/aplikasi
📑 Ta’awun: sabilulkhayr.com/ta'awun
🛍️ SKAI Market: market.sabilulkhayr.com
📷 IG: Instagram.com/Sabilulkhayralibana
💰 Infaq Dakwah SKAI
🏧 BANK MUAMALAT
| Rekening : 2150015205
| Kode Bank : 147
| Atas nama : SABILUL KHAYR AL IBANA
🏧 BANK SYARIAH INDONESIA (EX BSM)
| Rekening : 1231237883
| Kode Bank : 451
| Atas nama : SKAI OPERASIONAL
Infaq Pulsa SKAI ke nomor: 081265557612
Mohon untuk Konfirmasi ke :
• wa.me/6288263891871
• bit.ly/KonfirmasiDonasi-SKAI
SKAI Center
📲 sabilulkhayr.com/skaicenter
📡 Silakan dibagikan! Raih pahala dengan membantu menyebarkan kebaikan.